EmccLatam

Industri Financial technology Rawan Gempuran Cyber

Industri Financial technology Rawan Gempuran Cyber, VIDA: Perlu Mitigasi Dampak negatif Peretasan

Jakarta – Gempuran cyber menjadi satu diantara teror yang ditemui industri financial technology, termasuk financial technology syariah. Senior Vice President perusahaan populita.com keamanan digital VIDA, Ahmad Taufik, menjelaskan jika teror ini perlu jadi perhatian bersama-sama. Karena itu, memerlukan beberapa langkah keamanan cyber dalam setiap transaksi bisnis digital, buat jaga keyakinan nasabah.

«Mitigasi dampak negatif peretasan dalam beberapa simpul keamanan cyber layanan financial technology syariah akan tentukan sejauh mana ekosistem keuangan digital syariah yang aman dan tepercaya dapat diwujudkan,» ucapnya dalam info resmi pada Kamis, 27 Juni 2024.

Dengan formasi 86,7 % warga memeluk agama islam, Indonesia jadi kekuatan pasar yang lebih besar untuk perbankan syariah. Saat ini, Indonesia menempati rangking ke-3 negara dengan market share financial technology syariah terbaik di dunia. Kewenangan Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan, perkembangan market share bank syariah capai 18 % pada 2028.

Walaupun inisiasi pengokohan digital sudah dilaksanakan, tetapi berbagai teror tetap tidak dapat dijauhi. Laporan terbaru Kaspersky mengatakan, mereka sudah memblok 5.863.955 teror cyber sepanjang masa Januari sampai Maret tahun ini. Data Tubuh Cyber dan Kode Negara (BSSN) memperlihatkan, lebih dari 204 juta gempuran cyber di Indonesia terjadi semenjak Januari sampai Juni 2023. Bidang keuangan tempati rangking ke-3 yang banyak jadi target gempuran cyber.

Berdasar Laporan Whitepaper VIDA, penipuan deepfake bertambah lebih dari 900 % semenjak 2017 sampai 2019. Beberapa aktor makin sanggup menipu mekanisme keamanan biometrik, termasuk tehnologi pengenalan muka untuk klarifikasi dan autentikasi jati diri.

VIDA memberikan contoh salah satunya kasus penipuan perbankan memakai tehnologi deepfake yang mengakibatkan sebuah lembaga keuangan di Hong Kong alami rugi senilai US$ 25 juta atau sekitaran Rp 392 miliar. Penipuan terjadi saat pegawai perbankan sebagai korban diperintah untuk berbisnis dengan rahasia, tetapi rupanya hanya perintah palsu yang memakai tehnologi deepfake.

Ahmad Taufik mewanti-wanti teror deepfake untuk bidang financial technology syariah. Ia mengutamakan, tehnologi klarifikasi jati diri secara realtime saat lakukan transaksi bisnis jadi kunci pertahanan pada gempuran.

«Nanti photo pemakai secara cepat akan dikaji dari segi kualitas atau otentisitas dan pastikan keamanan piranti dan camera yang dipakai. Sekalian pendayagunaan AI untuk memberikan signal bila adanya kemungkinan fraud,» ucapnya.

Sebagai Pelaksana Sertifikasi Elektronik (PSrE) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, VIDA sudah keluarkan VIDA Deepfake Shield yang berbasiskan kepandaian bikinan. VIDA Deepfake Shield memungkinkannya lembaga financial technology syariah untuk melawan penipuan deepfake dengan efektif.

«Dengan menerapkan VIDA Deepfake Shield, lembaga financial technology syariah bisa membuat pertahanan yang kuat menantang deepfake, hingga perkuat ekosistem keuangan digital yang aman dan tepercaya,» kata Ahmad Taufik.